Minggu, 18 September 2016

bab 2 konsep dasar penyakit TTN



BAB II
PEMBAHASAN

1.      KONSEP DASAR PENYAKIT
A.    Definisi
Transient Tachypnea Of The Newborn (TTN) ialah gangguan pernapasan pada bayi baru lahir yang berlangsung singkat yang biasanya berlangung short-lived (< 24 jam) dan bersifat self-limited  serta terjadi sesaat setelah ataupun beberapa jam setelah kelahiran, baik pada bayi yang prematur maupun pada bayi yang matur (lahir aterm). (Brooker, 2008).
Transient tachypnea of the newborn (TTN) adalah keadaan bayi baru lahir (newborn) mengalami pernapasan yang cepat dan butuh usaha tambahan dari normal karena kondisi di paru-paru. Sekitar 1% dari bayi baru lahir mengalami hal ini dan umumnya menghilang setelah beberapa hari dengan tatalaksana yang optimal. (Stefano, 2005).
Transient tachypnea of the newborn (TTN) yaitu pernapasan cepat (frekuensi nafas > 60 x/menit ) sementara yang terjadi pada bayi waktu lahir umunya cukup bulan dan biasanya ringan serta dapat sembuh sendiri dengan perawatan yang baik. (Stuart and Sunden, 2001).

B.     Etiologi
Transient tachypnea of the newborn (TTN) disebut juga wet lungs atau respiratory distress syndrome tipe II yang dapat didiagnosis beberapa jam setelah lahir. TTN tidak dapat didiagnosis sebelum lahir. TTN dapat terjadi pada bayi prematur (paru-paru bayi prematur belum cukup matang) ataupun bayi cukup bulan. Penyebab TTN lebih dikaitkan dengan beberapa faktor risiko yang meningkatkan kejadian TTN pada bayi baru lahir. Faktor risiko TTN pada bayi baru lahir di antaranya:
1.Lahir secara secar
2.Lahir dari ibu dengan diabetes
3.Lahir dari ibu dengan asma
4.Bayi kecil untuk usia kehamilan (small for gestational age)
Selama proses kelahiran melalui jalan lahir, terutama bayi cukup bulan, tekanan sepanjang jalan lahir akan menekan cairan dari paru-paru untuk keluar. Perubahan hormon selama persalinan juga berperan pada penyerapan cairan di paru-paru. Bayi yang kecil atau prematur atau yang lahir melalui jalan lahir dengan durasi singkat atau dengan secar tidak mengalami penekanan yang normal terjadi dan perubahan hormonal seperti kelahiran normal, sehingga mereka lebih berisiko mengalami penumpukan cairan di paru-paru saat mereka menarik napas untuk pertama kali.

C.     Patofisiologi
Sebelum lahir paru-paru bayi terisi dengan cairan. Saat di dalam kandungan bayi tidak menggunakan paru-parunya untuk bernapas. Bayi mendapat oksigen dari pembuluh darah plasenta. Saat mendekati kelahiran, cairan di paru-paru bayi mulai berkurang sebagai respon dari perubahan hormonal. Cairan  juga terperas keluar saat bayi lahir melewati jalan lahir (tekanan mekanis terhadap thoraks). Setelah lahir bayi mengambil napas pertamanya dan paru-paru terisi udara dan cairan di paru-paru didorong keluar. Cairan yang masih tersisa kemudian dibatukkan atau diserap tubuh secara bertahap melalui sistem pembuluh darah atau sistem limfatik. Bayi dengan TTN mengalami sisa cairan yang masih terdapat di paru-paru atau pengeluaran cairan dari paru-paru terlalu lambat sehingga bayi mengalami kesulitan untuk menghirup oksigen secara normal kemudian bayi bernapas lebih cepat dan lebih dalam untuk mendapat cukup oksigen ke paru-paru.

D.    Tanda dan Gejala
1.      Bernapas cepat dan dalam (takipnea) lebih dari 60 x/menit
2.      Napas cuping hidung (nasal flare)
3.      Sela iga cekung saat bernapas (retraksi interkostal)
4.      Mulut dan hidung kebiruan (sianosis)
5.      Grunting atau merintik/mendengkur saat bayi mengeluarkan napas Selain tanda dan gejala tersebut, bayi dengan TTN tampak seperti bayi lainnya

E.     Penatalaksanaan
Bayi dengan TTN diawasi dengan cermat. Kadangkala dapat diawasi di NICU (perawatan  intensif  bayi baru lahir). Pemantauan frekuensi jantung, pernapasan dan kadar oksigen. Beberapa bayi diawasi dan dipastikan frekuensi pernapasan menurun dan kadar oksigen tetap normal, lainnya mungkin membutuhkan oksigen tambahan melalui masker, selang di bawah hidung atau kotak oksigen (headbox). Jika bayi tetap berusaha keras untuk bernapas meskipun oksigen sudah diberikan, maka continous positive airway pressure (CPAP) dapat digunakan untuk memberikan aliran udara ke paru-paru. Dengan CPCP bayi mengenakan selang oksigen di hidung dan mesin secara berkesinambungan memberikan udara bertekanan ke hidung bayi untuk membantu paru-paru tetap terbuka selama pernapasan. Pada kasus berat maka bayi dapat membutuhkan bantuan ventilator, namun ini jarang terjadi. Nutrisi dapat menjadi masalah tambahan jika bayi bernapas terlalu cepat sehingga bayi tidak dapat mengisap,menelan dan bernapas secara bersamaan. Pada kasus ini maka infus melalui pembuluh darah perlu diberikan agar bayi tidak dehidrasi dan kadar gula darah bayi tetap terjaga. Dalam 24-48 jam proses pernapasan bayi dengan TTN biasanya akan membaik dan kembali normal dan dalam 72 jam semua gejala TTN sudah tidak ada. Jika keadaan bayi belum membaik maka dokter harus mencari kemungkinan penyebab lainnya yang mungkin menyertai. Setelah bayi pulih dari TTN umumnya bayi akan pulih sepenuhnya, inilah syarat dimana bayi boleh dipulangkan. Sebelum pulang berikan edukasi kepada ibu agar melakukan observasi di rumah dengan memantau tanda-tanda gangguan pernapasan seperti kesulitan bernapas, tampak biru, sela iga cekung saat bernapas, bila hal ini muncul segera hubungi dokter dan unit gawat darurat terdekat.

F.      Komplikasi
Apabila tatalaksananya buruk, komplikasi yang mungkin seperti :
1.      Hipoksia karena penanganan terlalu lama, akibatnya terjadi kekurangan nutrisi pada organ-organ vital (otak, jantung, paru, ginjal).
2.      Asidosis metabolic (hipoglikemia, hipotermia).

G.    Pemeriksaan penunjang
1.      Analisis gas darah  biasanya akan memperlihatkan hipoksia ringan. Hipokarbia biasanya didapatkan. Jika ada, hipokarbia biasanya ringan (PCO2 >55 mmHg). Extreme hypercarbia sangat jarang, namun jika terjadi, merupakan indikasi untuk mencari  penyebab lain.
2.      Differensial Count  adalah normal pada TTN, tapi sebaiknya dilakukan untuk menentukan apakah terdapat proses infeksi. Nilai hematokrit akan menyingkirkan polisitemia
3.      Urine dan Serum Antigen test  dappat membantu menyingkirkan infeksi bakteri

H.    Penatalaksanaan Medis
  • Penggunaan obat dalam Bayi baru lahir dengan TTN sangat  minimal.
  • Antibiotik empiris sering digunakan selama 48 jam setelah lahir, sampai sepsis telah dikesampingkan.
  • Antibiotik Antibiotika digunakan ketika didapatkan tanda dan gejala awal sepsis. Antibiotik umumnya adalah ampisilin dan aminoglikosida (gentamisin). Pilihan didasarkan pada flora lokal dan kepekaan antibiotik. Dosis jumlah dan interval didasarkan pada usia postmenstrual (PMA), diukur dalam minggu, dan usia pasca melahirkan, diukur dalam hari.
  • Ampisilin (Omnipen-N) Sebuah antibiotik dengan aktivitas terhadap gram positif dan beberapa bakteri gram negatif. Ampisilin mengikat terhadap penisilin-mengikat protein (PBPs), menghambat pertumbuhan sel dinding bakteri.
  • gentamisin MBekerja melawan  gram negatif cakupan aerobik. Gentamisin juga menyediakan aktivitas sinergis dengan penisilin terhadap bakteri gram positif termasuk kelompok B Streptococcus dan Enterococcus. Gentamisin menghambat sintesis protein oleh ireversibel mengikat 30S bakteri dan ribosom 50S.
    Diberikan sebagai infus IV dengan pompa alat suntik lebih 30 menit. Administer sebagai infus terpisah dari penisilin yang mengandung senyawa. IM injeksi dikaitkan dengan faktor penyerapan, terutama pada bayi VLBW.
  • Diuretik belum terbukti bermanfaat.

diit pada pasien kolelitiasis



A.    PENDAHULUAN
1.      Gambaran Umum Penyakit
a.      Pengertian
Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones , biliary calculus . Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu   kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Batu Empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis (Nucleus Precis Newsletter, edisi 72, 2011).
Kolelitiasis adalah material atau kristal tidak berbentuk yang terbentuk dalam kandung empedu. Komposisi dari kolelitiasis adalah campuran dari kolesterol, pigmen empedu,kalsium dan matriks inorganik. Lebih dari 70% batu saluran empedu adalah tipe batu pigmen, 15-20% tipe batu kolesterol dan sisanya dengan komposisi yang tidak diketahui. Di negara-negara Barat, komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol, sehingga sebagian batu empedu mengandung kolesterol lebih dari 80% (Majalah Kedokteran Indonesia, volum 57, 2007).
b.      Etiologi
Faktor resiko tersebut antara lain :
1.      Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki)
2.      Usia lebih dari 40 tahun .
3.      Kegemukan (obesitas).
4.      Faktor keturunan
5.      Aktivitas fisik
6.      Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)
7.      Hiperlipidemia
8.      Diet tinggi lemak dan rendah serat
9.      Pengosongan lambung yang memanjang
10.  Nutrisi intravena jangka lama
11.  Dismotilitas kandung empedu
12.  Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate)
13.  Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati, pankreatitis dan kanker kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan garam empedu)
14.  Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti oleh kulit putih, baru orang Afrika)
c.       Patofisiologi
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap :
1.      Pembentukan empedu yang supersaturasi
2.      Nukleasi atau pembentukan inti batu,) dan
3.      Berkembang karena bertambahnya pengendapan.
Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol turun di  bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air. Empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik. Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti pengendapan kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri,fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih pengkristalan. (Schwartz S 2000).
Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini : bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada kondisi normal akan terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin terkonjugasi karena adanya enzim  glokuronil tranferase bila bilirubin tak terkonjugasi diakibatkankarena kurang atau  tidak adanya enzim glokuroni ltranferase tersebut yang akan mengakibatkan presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan karena bilirubin tak  terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam lemak.sehingga lama kelamaan terjadi pengendapan bilirubin tak terkonjugasi yang bisa menyebabkan batu empedu tapi ini jarang terjadi.
Pigmen (bilirubin) tak terkonjugasi dalam empedu
Akibat berkurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase
Presipitasi / pengendapan
Berbentuk batu empedu
Batu tersebut tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi

2.      Tujuan
Ø  Mengetahui perhitungan kebutuhan gizi ( energi,protein,lemak,dan karbohidrat )
Ø  Mengetahui terapi diet
Ø  Mengetahui tujuan diet
Ø  Mengetahui syarat diet
Ø  Mengetahui jenis diet

B.     PENGKAJIAN
1.      Data Umum pasien :
Nama       : Ny. W
Umur       : 43 tahun
Pekerjaan : ibu rumah tangga
a.       BB                    : 60 kg
b.      TB                   : 152 cm
c.       BBI                 = ( 152 – 100) – 10% = 52 – 5.2 = 46.8 kg
d.      IMT                =  BB/TB (m²)
= 60/(1,52) ²
= 60/2,31
= 25,97 kg/ m²
e.       Status gizi       : Gemuk

2.      Pengkajian Data Laboratorium
SGOT : 48 u/l ( lebih)
SGPT  : 57 u/l ( lebih)
3.      Pengkajian Data Klinis/ Fisik
a.       Sebelum MRS lemas
b.      3 hari sebelum MRS mengeluh sakit di perut bagian kanan atas sampai tidak bisa tidur.
c.       TD : 140/90 lebih
d.      Nadi : 86x/ menit normal
e.       RR : 20 x/ menit
f.       Sebelum MRS demam

C.    PERHITUNGAN KEBUTUHAN GIZI
1.      BMR   = 655,1 + ( 9,46 x BB + 1,86 x TB – 4,68 x usia )
= 655,1 + ( 9,46 x 60 + 1,86 x 152 – 4,68 x 43 )
= 655,1 + 567,6 + 282,72 - 201,24
= 1304,18 kkal
2.      Energi = BMR x FA x FS
= 1304,18 x 1,2 x 1,4
= 2191,02 kkal
3.      Protein = 10% x 2191,02
= 219,10/4
= 54,77 gr
4.      Lemak = 25% x 2191,02              
 = 547,75/9
 = 60,86 gr
5.      KH      = 65% x 2191,02
= 1424,16/4
= 356,04 gr

D.    TERAPI DIET
1)      Tujuan diet
-        Memulihkan keadaan pasien yaitu mengurangi rasa sakit di perut bagian kanan atas, mengurangi mual.
-        Menurunkan berat badan karena obesitas secara bertahap.


2)      Prinsip / syarat diet
-        Memberikan energi sesuai kebutuhan
-        Memberikan protein tinggi 20 %
-        Memberikan rendah lemak 15 %
-        Memberikan KH cukup 65 %
-        Memberikan vitamin (A,D,E,K) dan mineral yang cukup
-        Cukup serat
-        Hindari makanan yang bisa membuat kembung.

3)      Jenis Diet
-        Diet rendah lemak II


DAFTAR PUSTAKA